Hai selamat malam semuanya..
Jadi ceritanya malem ini aku mau sedikit cerita, gak jauh-jauh dari cinta (Nah kan cinta lagi)..
Jadi cerita ini di mulai pada minggu pagi. Hari itu aku lagi mau tes calon mahasiswa baru di Diploma IPB di anter sama embah aku.
Pas turun dari mobil kayaknya embah aku mau nemenin nyari ruangan, tapi berujung dengan aku yang nyari sendiri, dan embah aku nungguin di bawah.
Oh iya, sebelumnya tau kan cerita tentang embah aku.
Jadi ceritanya gini, aku lagi nyari ruagan tiba-tiba lewat di deket kerubunan beberapa orang, terus ada ibu-ibu yang deketin aku, nyamperin dan bilang...
"Dek, resleting celana nya belom di naikin..."
Aku spontan langsung memegang ke arah tempat tersebut, dan ternyata emang daritadi kebuka, aku panik, shock, dan jalan sejauh mungkin dari tempat tadi.
Tapi disini bukan itu inti ceritanya.
Pada saat aku udah selesai selesai ujian, aku berniat nelfon embah aku buat nanyain dimana posisi beliau. Tapi aku berinisiatif untuk mencarinya terlebih dahulu.
Pas aku keluar gedung dan jalan ke arah parkiran untuk mencari embah dan nenek. Aku sudah melihat mereka telah menungguku di depan gedung sambil berdiri dan pandangan menghadap pintu yang aku masuki saat pagi tadi.Sedangkan aku keluar dari pintu yang lain. Awalnya embah dan nenek tidak melihatku, aku berjalan ke arahnya dengan pikiran "How Touching"-banget. Kemudian aku menghampiri mereka dan menyambutku dengan senyuman, embah menyambutku dengan kalimat
"Bagaimana tes nya cucuku?"
I feel so lucky have both of them.
Setelah tes tersebut, aku memutuskan untuk tinggal beberapa hari.
Keesokan harinya, nenek akan pergi ke pengajian sekaligus halal bihalal di mesjid dekat rumah. Entah mengapa, aku sangat khawatir jika harus membiarkan nenek pergi keluar rumah sendirian. Akupun menawarkan diri mengantarkan nya walaupun hanya dengan berjalan kaki. Iya jalan kaki, mau naik apeehhhh...
"Nek, aku anterin aja ya nek.."
"Ah gak usah orang deket kok"
"Gak papa aku temenin aja, takut nenek ada yang culik" canda ku sambil mengambil slendang biar ga panas.
Entah, saat itu nenek tersenyum dan sedikit terharu kemudian mencium pipiku. So touching, really..
Sepanjang perjalanan ke mesjid tersebut, kita sedikit berbagi cerita. Aku becandain nenek apa aja yang ada di pikiran aku.. Sesampainya di mesjid aku menyalami tangan nenek dan nenek mencium pipiku lagi dengan senyuman di bibirnya. Senyuman tulus dan sangat bahagia. Peristiwa kecil itu entah mengapa terjadi begitu syahdu, begitu menyentuh.
"Nek, Jangan lari-larian ya di dalem mesjid. Nanti pulangnya aku jemput.." Canda ku sambil berjalan keluar mengarah pintu pagar mesjid.
"Jemputnya pake pesawat ya.." ucap nya sambil tertawa Nenek pun menatap ku dengan senyuman sampai aku jalan menjauh dari mesjid tersebut.
Saat itu aku di rumah hanya berdua sama embah, kami duduk di meja makan berdua. Baru memulai berbicara, beliau langsung membicarakan tentang orang yang di cintainya. Iya nenek.
Pembicaraan itupun dimulai. Beliau memulai cerita bahwa nenek adalah orang yang suka marah-marah, namun jika nenek marah, nenek mengatakan hal yang memang seharusnya di lakukan. Embah cerita, nenek selalu marah, ngedumel sama embah, ya embah nikmatin aja dengan kalimat "Ada bener nya juga.."
"Jadi Ima jangan kesel kalo misalnya nenek marahin Ima atau ngasih tau. Soalnya itu pasti memang kebaikan"
Iya, aku tahu, dari cerita masa kecil mamaku, mamaku mengatan nenek adalah orang yang tegas, keras kepala, teguh pada pendirian dan selalu optimis.
Teringat akan cerita mamaku yang di larang pacaran sebelum punya pekerjaan.. Alhasil mamaku jomblo dari lahir sampai selesai kuliah.
Mama bilang, ada bagusnya juga peraturan yang nenek buat itu, mama aku jadi rajin belajar dan punya banyak prestasi di luar sekolah, dan tidak pernah merasakan PHD (Patah Hati Dini).
Embah masih terus melanjutkan ceritanya tentang wanita yang di cintai nya. Ku ambil handphone ku dan merekam beberapa pembicaraan kita tersebut.
Embah menceritakan bagaimana beliau memulai hari. Beliau memulai nya dengan bangun jam 4 subuh, ke mesjid sampai jam 5 atau setengah enam.
Sampai di rumah, beliau membangunkan nenek ku untuk solat subuh, kemudian embah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Embah hafal betul apa saja hidangan pagi yang wajib ada untuk nenek. Diantaranya, Teh yang tidak terlalu manis harus selalu panas dalam gelas yang berbahan besi untuk tetap menjaga kehangatan teh tersebut. Total nya gelas ada 4 gelas, minuman yang berbeda dan itu hanya di peruntuk kan untuk nenek saja. Minuman tersebut harus di siapkan setiap pagi. Aku baru tau kalo minuman nenek seribet itu. Kemudian embah masak nasi, nyapu dan merapikan rumah.
Setelah itu biasanya mereka ke pasar berdua kemudian masak bareng. Di proses inipun terjadi pembagian tugas lagi. Nenek bertugas memberitahu resep dan mencicipi makanan, sedangkan embah yang menyiapkan bahan dan melakukan semua proses masak tersebut.
Sejak nenek sakit stroke dan beberapa penyakit lain nya, tangan kanan beliau selalu bergetar dan tidak bisa berhenti. Alhasil beliau melakukan aktivitasnya kebanyakan menggunakan tangan kiri. Kadang aku ledekin nenek
"Nek itu tangan nya biasa aja dong.." Candaku sambil tertawa, nenek juga tertawa, nenek tau aku hanya bercanda mengatakan hal tersebut.
Embah masih terus menceritakan kehidupan nya yang tak pernah bosan untuk di dengarkan. Mereka mengolah sayur-sayuran yang di tanam disawah mereka, untuk pertama kalinya ilmuku bertambah, tanaman yang baru aku tau, bisa di sayur, Tanaman Oyong.
Beliau mengatakan nenek itu orang nya gak suka jajan, karna dirinya tidak melihat proses pembuatan dan jaminan kebersihan nya. Nenek aku itu jago masak, masak an nya enak-enak, jadi nenek tau betul standar kelezatan suatu makanan di restoran. Beda sama aku, kalo di tanya soal makanan paling enak aja. Gak tau enak nya dimana, kurang apa, lebihnya apa, intinya enak apa nggak gitu, udah.
Terlihat dari keseharian nenek dan embah jika hendak bepergian, mereka selalu mempersiapkan dan membawa bekal dari rumah.
"Masakan nenek paling enak di bandingkan restoran manapun, sejauh apapun pergi, semewah apapun tempat nya, soal rasa tetap masakan nenek paling enak" Itu yang beliau katakan. Embah tetap melanjutkan cerita tentang nenek.
Semua kesukaan, kebiasaan nenek di ceritakan nya dengan penuh tawa dan senyuman yang tak pernah pudar. Angan ku pun melayang jauh, mereka sedang menjalani sisa hidup mereka merdua. Munggkin tak ada satupun hal yang embah tidak tau tentang nenek, nenek pun demikian. Tak adil rasanya kalau kelak di antara mereka harus ada yang menjalani sisa hidup nya sendiri.
Dulu waktu aku kecil aku dan kakak ku di rawat oleh embah dan nenek. Mereka yang mengurusiku selama "masa emas" pertumbuhan ku. Embah mengatakan, beliau sangat ingin meihatku sukses, beliau ingin melihatku mendapakan pekerjaan yang layak di masa depan.
Embah menceritakan, dulu waktu aku, kakak, dan mamaku pindah dari Jakarta untuk hidup dengan ayahku di Makassar, embah bilang itu adalah titik ter down dari dirinya. Pulang dia mengantarkanku dari pelabuhan, beliau menangis, beliau belum bisa menerima perpindahan kami. Di kantor beliau, banyak teman kantor beliau yang bertanya tentang kemurungan beliau beberapa hari. Embah bilang, dia membawa fotoku di dompet nya setiap hari, di pandanginya foto tersebut, tak ada hari dimana dia melupakanku.
Entahlah pembicaraan itu sangat menyentuh batin ku, aku cuma senyum aja sambil kontrol emosi seakan semuanya baik-baik saja dan itu hanya pembicaraan wajar saja.
Embah menginatkan memori masa lalu. Dulu waktu aku masih kecil, aku tidak mau di buatkan susu oleh orang lain selain beliau. Waktu dulu, setiap hari kakak ku di jemput di TK- nya oleh nenek, kecuali hari sabtu, yang menjemput kakak aku di TK adalah embah, embah bilang aku dulu masih balita, masih imut-imutnya, aku tidur di pangkuan embah sembari nunggu kakak ku selesai belajar. Kadang aku lari di tangga sekolahan itu, kadang embah menirukan caraku berjalan saat aku masih kecil. Itu hal terkonyol sekaligus menyentuh, sulit di ungkapkan.
Saat masih kecil aku tidur dan melakukan segala aktivitas lebih banyak bersama embah dan nenek, terutama embah.
Pembicaraan itupun terhenti sejenak dengan adanya suara dari Toa Mesjid tempat nenek ku pengajian itu.
"Nih, dengerin nih, suara nenek nih"
"Ah mana? " Aku masih gak ngeh.
"Nih dari mesjid, denger deh"
Yup saat itu nenek ku di perkenankan untuk memeberikan sambutan pada acara halal bi halal tersebut. Aku gak heran dengan hal tersebut, yang aku heran, bagaimana embah bia mendengar suara nenek dari Toa mesjid itu sedangkan itu berjarak lebih dari 20 meter dari rumah dan di tambah oleh suara mesin cuci dan TV yang sedang di nyalakan bersama-sama..
Ikatan batin. Itu hal yang membuat mereka selalu merasa bersatu walaupun sebenarnya tidak sedang bersama. Cerita embah tentang wanita di cintainya tetap berlanjut, namun hayalan ku melambung jauh. Dulu aku teringat saat hendak berkunjung ke Jakarta setiap tahun, aku melihat wajah embah bertambah tua, dan terus menua, ingatan itu benar-benar menyentuh sampai tak terasa air matapun menetes. Dulu, setiap aku habis berkunjung ke Jakarta dan harus kembali lagi ke Makassar, aku selalu sedih, aku selalu nangis hampir sebulan.
Drama memang, aku menghabiskan waktu liburan sekolah selama 2 minggu bersamaa embah dan nenek, kemudian nangis hampir sebulan karna masih belum menerima keadaan. Aku emang orang nya melow banget, setelah liburan dan masuk kembali ke sekolah aku selalu menangis di kelas, nangis kejer sampe seluruh penjuru kelas. Orang yang melihat memang pasti mengira aku menangis tanpa alasan, padahal aku hanya merindukan sosok yang aku sayang.
Pada saat aku mengatakan "Dulu tiap aku ke Jakarta, embah jemput aku di bandara, tiap tahun aku negliat embah tambah tua, malah kadang aku masih pangling dan ngira yang jemput aku itu kakaknya embah"
Embah langsung mengatakan "Kasian ya Ima, tiap ke jakarta ngeliat orang yang di sayang nya udah tambah tua"
Entah aku langsung terharu saat itu, udah gak sanggup nahan air mata, aku biarkan netes sendiri.
"Ima" Adalah nama panggilan yang di berikan oleh Embah sejak aku masih kecil.
Tak bosan aku mendengarkan kalimat yang selalu di ucapkan oleh embah
"Fati sm Ima itu kesayangan nya embah sama nenek dari kecil, paling kesayangan."
Embah bilang, dulu saat aku dan keluargaku harus pindah ke jakarta, embah dan nenek sagat terpukul dengan keadaan, embah bilang itu adalah masa sulit mereka. Mereka meraskan kehidupan yang sangat sepi, tak ada tangis, canda, tawa di rumah itu. Hampa. Saat-saat terberat bagi embah adalah, saat beliau pulang kantor, dulu setiap hari, embah selalu membawa buah tangan sebelum pulang ke rumah, tapi semenjak kepindahan kami, embah sudah tidak melakukan hal tersebut sesering biasanya.
Kadang kalau mereka berdua lagi ada rejeki, ingin makan di luar, tapi bingung kemana, mereka berdua pergi keluar kota hanya untuk menghabiskan waktu. Embah cerita dulu pasca beberapa minggu kepindahan kami, embah dan nenek dari Jakarta ke Sukabumi jauh-jauh cuma untuk makan siang kemudian pulang.
Sekrang mereka telah terbiasa hidup berdua dan mengurus apapun berdua. Kadang aku datang ke Bogor buat menemani mereka, masih senyaman dulu, sehangat dulu, dan bahkan malah lebih indah dari pada dulu. Walaupun embah bukan kakek secara biologis, tapi embah adalah orang tua kedua buat aku.
They, teach me the best. Saat manusia telah tua, anak-anak mereka sudah hidup masinng-masing dan datang sesekali hanya untuk berkunjung. Partner utama kita adalah Pasangan kita, dia yang akan menemani kita, menghabiskan sisa hidup bersama, dan menunggu "Siapa yang di panggil duluan".
Yup, begitu mereka berdua mnghabiskan waktu berdua setiap hati, di tutup dengan sinetron favorite mereka yang tak pernah absen di tonton tiap malem.
Lucunya, neneku punya kebiasaan unik. Jadi gini, kalo lagi nonton pasti nenek selalu ketiduran, ketiduran sampai mendengkur. Tapi kalo chaennel Tv nya di ganti beliau pasti tau dan langsung bangun kemudian protes. Hahahhaa...
Kisah mereka membuatku lebih berfikir keras tentang seseorang yang kelak akan mendampingiku, membayangkan akan indahnya masa tua.
Terpikirlah tentang quote
"love doesn't mean about sex, love mean life together"
Karna di saat kita tua nanti, hasrat seksual secara pribadi pasti sudah memudar, bahkan hilang. Yang ada hanya bagaimana cara kita agar hidup bersama-sama dengan pasangan kita. Cinta senantiasa menuntun, membimbing dan mendewasakan.
Objek cinta begitu luas, seluas mata memandang, sedalam hati merasakan, tidak ada yang biasa mengukur berapa dalam nya, luas nya, yang jelas cinta tidak mempunyai batas.
Mungkin Embah adalah pria pertama yang aku cinta di saat aku belum mengetahui apa itu cinta, gimana rasanya sakit gara-gara cinta.