Jumat, 08 Mei 2015

Cinta di Langit Jogja (Cupidity)


"jika cinta datang dengan tiba-tiba, kau sebut apa angin berhembus menerpa wajahmu."- IM

Cuaca siang itu cukup bersahabat, tidak ada pertanda akan datangnya hujan. Aku melihat ratusan pasang kaki berjalan di hadapanku, sungguh hari yang ramai.

"terminal 2F ya?" tanya suamiku, Andra yang sedang berbalik ke arahku.
"Iya" ucapku singkat sambil menggandeng tangan anakku, Ben yang masih berusia 4 tahun.

Aku dan keluarga kecilku akan berlibur ke Jogjakarta, kota yang ramah dan kaya akan budaya. Libur akhir pekan kali ini akan menjadi liburan yang menyanangkan untuk kami, dan terutama untuk Ben. Ini adalah kali pertama Ben naik pesawat, dia pasti akan terkesan.

Kami turun di depan bis yang mengantar kami sampai di tengah lapangan udara, tepat di depan pesawat yang akan kami tumpangi. Aku mengendong Ben saat menaiki tangga pesawat.

"Sepertinya kita duduknya misah deh, Bun" Ujar Andra saat kami mengantri untuk naik ke atas pesawat.
"masa sih?" Andra menyodorkan tiket kami dan menunjukkan posisi tempat duduk kami.
"4B, 4C, dan 4D" Ujarnya. Bukan masalah besaar bagi kami jika harus berpisah tempat duduk selama perjalanan, mengingat kami hanya di batasi oleh jalanan yang berada di tengah kabin. Tapi apa salahnya jika kita mengusahakan duduk bersama.
"yaudah nanti kita minta tuker tempat duduk aja kali ya" usulku. Andra mengangguk.

Kami memasuki kabin dan terhenti pada baris ke-empat dari depan di dalam pesawat.

Seorang pria muda, duduk di kursi 4A yang berada persis di samping jendela.

"Permisi mas, boleh minta tolong buat mas nya tukeran sama suami saya ya?"
"jadi masnya duduk di sini" ujarku sambil menunjuk kursi 4D yang telah di duduki Andra, pria itu membalas dengan hangat dan berdiri dari tempat duduknya.
"Iya silahkan, bu"
"Makasih ya, Mas" ujarku berterimakasih.

Andra dan pria itupun bertukar posisi. Andra duduk di tepat di samping jendela, Ben di tengah kami.

"darimana, mas?" sapaku ramah kepada pria itu yan tadi bersedia bertukar tempat duduk dengan Andra. Sebenarnya aku tidak benar-benar mengetahuinya.
"dari Belitung, Bu" Jawabnya singkat sambil sedikit tersenyum. Begitu kami mengawali pembicaraan kami.

Ditengah perjalanan, aku mengelus rambut Ben yang tertidur di pangkuanku. Aku menengok ke arah pria itu, dia terlihat sedang berbincang dengan wanita yang duduk di sampingnya.

"Langitnya bagus ya" Ujar pria itu kepada wanita yang ada disampingnya yang sedang asik membaca katalog produk yang di tawarkan di pesawat.
"Bagus kenapa?" Tanya wanita itu tanpa menatap wajah si pria.
"Cerah"
"Jangan salah loh, di Jogja itu cuacanya gak pasti. Bahkan bisa berganti sepersekian detik!"
"Masa sih?" tanya si Pria itu dengan sedikit tercengang. Si wanita iu hanya tersenyum kecil.

"Selama 19 tahun, aku udah 15 kali ke Jogja."
"Buat apa? Emang mbak orang Jojga?"
"Bukan, ya buat jalan-jalan aja." ujar wanita itu
"Oh iya, saya Adam" ujar pria itu sambil menyodorkan tangannya.
"Evelin" Sambil menyambut tangan Adam.

"Kamu ada urusan apa ke Jogja?" tanya Evelin
"Jalan-jalan aja"
"Kamu pasti traveler!" Kata Evelin bersemangat.
"Kok bilang gitu? emag tau darimana?"
"Celana, sepatu, dan juga... tas kamu!"
"aku backpacker, bukan traveler"
"Backpacker? kok naik pesawat?" Adam terdiam mendengar pertanyaan Evelin.

Mereka berbincang-bincang selama perjalanan, yang Adam ketahui tentang Evelin adalah, dia seorang pengulas perjalanan di suatu website traveling yang terkenal di Indonesia. Evelin menyukai berpergian seorang diri dan setelah itu menulis cerita selama perjalanan nya.

"kamu gak takut pergi kemana-mana sendiri?" tanya Adam
"Awalnya takut sih, tapi hati-hati aja dan selalu berdoa"
"kalo kamu, di Indonesia udah kemana aja?" Tanya Evelin pada Adam
"Sebenernya ini pertamakali buat aku traveling sendiri. Biasanya bareng temen. Aku pisah sama mereka, mereka masih di Belitung"
"Oh kamu orang Belitung?"
"Bukan, aku orang Jakarta. Cuma kemarin kita backpack ke belitung dan aku pulang duluan."
"Oh gitu. Seru tau pergi kemana-mana sendiri. Kita jadi bisa belajar untuk menikmati setiap detik yang kita punya, dan belajar menemukan serpihan-serpihan diri kita sendiri" Ujar Evelin sambil tersenyum.

"Serpihan-serpihan? Serpihan apa?" tanya Adam dalam hati.

Tanda mengenakan sabuk pengaman kembali di nyalakan. Hal itu pertanda bahwa pesawat yang mereka tumpangi akan segera mendarat. Tidak ada kendala saat pendaratan pesawat siang itu, dan cuaca kota Jogja pun cukup cerah.

Adam dan Evelin jalan bersampingan. Mereka saling berbincang menuju tempat pengambilan bagasi. Koper milik Evelin lebih dahulu keluar dari tempat pengambilan bagasi.

"Itu koperku!" Ujar Evelin menunjuk ke arah koper yang berukuran tak terlalu besar berwarna Pink cerah dengan banyak stiker bagasi dari berbagai airport. Bahkan hampir setiap sisi dari koper Pink nya itu telah tertempel stiker. Sehingga hanya sedikit warna asli koper itu yang terlihat.

Dengan sigap Evelin mengambil kopernya yang berjalan perlahan di hadapannya itu.
"Jadi?" Tanya Evelin sambil tersenyum dan meletakkan roda kopernya ke lantai.
"Jadi apa?" tanya Adam.
"Kamu mau bareng atau gimana?"
"em, kayaknya koper aku masih lama deh. Kalau mau, duluan aja"
"Oke. Aku duluan ya!" ujar Evelin sambil tersenyum dan menyodorkan tangan nya untuk berjabat dengan Adam.
"Oke, sampai ketemu!" Jawab Adam sambil menjabat tangan Evelin.

Evelin jalan menjauh dari tempat mereka tadi berpijak. Evelin berjalan pasti tanpa menengok ke belakang, sedangkan Adam masih menatap langkah Evelin yang makin menjauh dari pengelihatannya sampai akhirnya menghilang begitu saja.

Melihat Evelin yang telah berlalu membuat adam memfokuskan pengelihatannya pada koper-koper yang berjalan di hadapannya. Sampai akhirnya dia menyedari telah melewatkan tas carrier miliknya. Tasnya telah jauh dari pandangan matanya. Adam bergeas mengejar tas carrier semakin jauh dari jangkauan nya itu.

Dengan setengah berlari, akhirnya dia dapat meraih tas nya itu kemudian jalan menuju pintu keluar. Di depan pintu keluar, dia memutuskan untuk menggunakan taxi agar dapat dengan mudah di antarkan ke Hotel yang telah di pesannya terlebih dahulu.

Adam berdiri menunggu taxi yang telah di pesannya dari dalam bandara. Dia berdiri di teras bandara. menatap langit yang tadi di terka nya cerah, tiba-tiba saja mendung, kemudian tanpa menunggu waktu lama hujan yang cukup deras datang.

"Evelin" Gumamnya pelan kemudian tersenyum.

Di perjalanan menuju hotel dia baru menyadari bahwa dia telah melewatkan seorang wanita yang baru beberapa jam di temuinya. Dia bahkan tidak mengetahui nomer telepon, hotel mana dia tinggal, atau bahkan nama belakangnya sekalipun. 

Adam tiba di hotelnya seorang diri dan mulai merapikan barang bawaannya. Dia istirahat sebentar di kamar hotelnya. Dia berniat mengunjungi Malioboro di malam hari.


Suasana di Malioboro malam itu cukup ramai sehingga dirinya hanya berjalan dari utara hingga selatan malioboro sambil sibuk mengambil gambar dengan kamera SLR miliknya.

Suara dentingan lonceng dari leher delman yang berlalu lalang sepanjang jalan Malioboro, dan suara lain seperti
"Boleh mbak, mas batikya"
"Bakpianya pak, buk"
"Becak mas, 5 ribu aja keliling Jogja"

Suara bising namun masih terdengar ramah di telinga. Beda dengan di Jakarta, tentu saja.

Adam menjatuhkan pilihannya pada tas koper mini berbahan kulit berwarna coklat muda yang terlihat antik kemudian melanjutkan perjalanannya berkeliling di Malioboro.

Keesokan harinya, dia memutuskan untuk mengunjungi Candi Prambanan sebagai destinasi pertamanya di hari Sabtu yang cukup cerah itu. Kali ini dia menaiki transportasi umum hingga sampai di lokasi bersejarah tersebut.

Ada beberapa turis yang di lihatnya, sebagian lagi adalah masyarakat pribumi yang dominan adalah keluarga. Sambil mengabadikan momen dengan kameranya, dia berjalan masuk ke dalam candi yang bertuliskan "Candi siwa" dia penasaran apa yang ada di dalam candi tersebut.

Relif kaya akan makna yang tergambar di setiap sisi dinding dari candi tersebut di perhatikannya. Sekilas tidak ada perbedaan dari gambar-gambar yang terukir di dalam candi, namun sesungguhnya, semuanya berbeda dan mempunyai cerita masing-masing.

Dia terhenti di dalam Candi Siwa tersebut, dia tidak menemukan apapun, semuanya gelap seperti di dalam goa. Dengan iseng dia menyalakan blitz yang terpancar dari kameranya untuk melihat dengan jelas apa yang ada dalam candi tersebut. Dia langsung tersentak kaget karena melihat patung dewa yang berukuran 3 kali dari tubuhnya berada kurang dari semeter di hadapannya.

Tubuhnya tersentak mundur dan menabrak sesuatu.

"Auch" suara itu makin membuat Adam terkejut.
"Maaf!" ujar Adam kemudian berlari keluar dari dalam candi untuk mencari cahaya. 

"Adam?" Ujar wanita yang di tabraknya tadi.
"Evelin!" 
"Itu kamu yang tadi aku tabrak? Ujar adam sambil menarik nafas. Sedangkan Evelin tertawa kecil.
"Jantung aku mau copot tau gak!" Ujar Adam dengan nafas masih terengah-engah. Evelin jalan begitusaja menuruni tangga candi tersebut karena tak kuasa menahan tawa.

Evelin duduk di tembok candi yang berukuran tidak terlalu tinggi, Adam menyusul kemudian duduk di samping Evelin.

"Aku kaget banget tau gak. Aku gak nyangka ada patung gede banget di dalem!"
Evelin hanya tersenyum mendengar perkataan Adam saat itu. 

"Candi ini ada kisah cinta nya loh!" Ujar Evelin
"Kisah cinta yang mana? yang tentang Bandung Bondowoso ngekutuk Roro Jongrang jadi candi yang ke 1000?"
"Iya."
"Kok kisah cinta kayak gitu sih. Itumah miris kali?"
"Kisah Cinta kan gak harus bahagia mulu kali"

Mereka kemudian terdiam dan memandangin Candi-candi yang berada di hadapan mereka. Mereka mulai bercerita tentang keseharian mereka dan apa yang mereka sukai.

"Kok kita bisa ketemu lagi ya?" Tanya Adam.
"Aku gak percaya kebetulan!" Jawab Evelin yakin sambil melihat ke arah Adam.

Merekapun mulai melanjutkan mengelilingi sekitar Candi Prambanan bersama dan kemudian berfoto bersama oleh fotografer yang menawarkan jasa foto di kawasan tersebut.

Setelah puas menelusuri Candi Prambanan, Adam dan Evelin berkeliling Jogja dengan makan siang bersama dan berbelanja oleh-oleh di pasar Bringharjo.

Tak terasa hari sudah mulai gelap, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Alun-alun kota Jogjakarta. 

Mereka berdua mengendarai mobil-mobilan yang bermesin sepedah berhiaskan lampu-lampu, interior berwarna-warni dan di lengkapi dengan MP3 Player 

"This is my first time!" Kata Evelin.
"Apa? Kamu 15 kali ke jogja tapi baru pertamakali naik ini?" Tanya Adam. Evelin hanya mengagguk sambil tertawa.

Malam itu mereka menghabiskan waktu di Alun-Alun sambil menikmati secangkir kopi sebagai pelengkap perbincangan mereka.

"Setelah ini kita mau kemana?" tanya Adam
"Pulang. Besok pagi aku ada urusan, siangnya langsung pulang lagi ke Jakarta"
"Aku juga pulang besok, tapi malem"

Mereka pun berpamitan, Evelin pulang menggunakan becak ke Hotelnya, dan Adam pun demikian. Tapi mereka berbeda arah. 

"Bye. Adam" lambaian tangan Evelin terasa bergerak lambat dalam benak Adam.

Adam pun membalas lambaian tangan Evelin. Becak yang ditumpangi Evelin setengah berjalan dan Adampun telah naik ke becak yang akan di tumpanginya.

"Dam, Nanti foto yang tadi di email aja ya!" Ujar Evelin setengah berteriak agak Adam dapat mendengar suaranya.
"Okey!" Adam membalas teriakan Evelin.

Beberapa saat dirinya menyadari.

"Tunggu.." Gumamnya pelan. Adam baru menyadari bahwa dia Evelin belum memberitahukan alamat Email miliknya.

"Stop, Pak" ujar Adam kepada bapak tukang becak, yang kemudian menarik rem becaknya.

Adam langsung turun dari becak yang ditumpanginya dan menengok ke arah Evelin pergi.

"Evel....in" Nada suaranya menurun. Becak yang ditumpangi Evelin tidak terlihat lagi.

"Ada yang keluapaan, Mas?" tanya tukang becak itu. Adam terdiam setengah putus asa.
"Di telepon aja mas temennya, nanti kita susul kesana" 
"Lanjut jalan aja, Pak." Kata Adam. Dia tahu persis apa yang terjadi. Dia bahkan tidak mempunyai nomer telepon Evelin. Diapun merasa kehilangan Evelin lagi.

----

Adam mulai mengemasi barang bawaannya untuk pulang ke Jakarta. Sore itu dia merasa sudah cukup berjalan-jalan di Jogjakarta dan diapun berangkat menuju Bandara lebih awal. 

Dia berjalan sendiri menuju ruang tunggu pesawat, sampai akhirnya pemberitahuan bahwa pesawatnya akan segera lepas landas.
Dia masuk ke dalam pesawat dan duduk di nomor kursi yang tertulis di tiketnya. Kali ini Adam duduk di dekat jendela, setidaknya ini akan membantunya mengatasi kebosanan selama perjalanan.

Beberapa penumpang lain masih sibuk mengurusi barang bawaan mereka dan beberapa lagi sibuk mencari nomer kursi. 
Dia melihat Keluarga yang beberapa hari yang lalu memintanya untuk bertukar tempat duduk. Dia melihat si Ibu sedang mencari nomor kursi, sedangkan si Ayah menggendong anaknya sambil membawa barang. Namun keluarga itu tidak melihat Adam.

Satu jam berlalu. Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi telah sampai di bandara Soekarno Hatta. Adam tidak membuang-buang waktu karna hari sudah menunjukkan pukul 8 malam. Butuh waktu beberapa jam untuk sampai ke rumahnya.

Setelah mengambil barang dari bagasi pesawat. Dia langsung keluar menuju pintu keluar, dan hendak memesan taxi.

"Adam?" Suara yang tak asing di telinga Adam terdengar kembali, Evelin.
"Wow" Adam kaget dan lantas tak percaya.
"Aku kira kamu pulang siang?" Ucap adam, tak sanggup menyembunyikan ekspresi gembiranya.
"Urusan aku baru selesai tadi sore, jadi pesawat malem"

Mereka berduapun berdiri berhadapan, tanpa berani memandang karena sama-sama menyembunyikan wajah yang tersipu.

"Kamu mau ngopi dulu?" Tanya Evelin
"Iya mau!" 
"Yuk!" mereka berjalan menuju sebuah coffee shop yang berada tak jauh dari pintu kedatangan. 


Aku menatap mereka dari kejauhan. Dua orang anak Adam dan Hawa di pertemukan dengan cara yang tidak terduga. Mereka berjalan menuju Coffee shop sambil sesekali melirik satu sama lain, kemudian tersenyum. Aku melihat wajah Andra, suamiku, Adamku.

Adam dan Evelin duduk di Coffee Shop. Adam mengeluarkan dua lembar kertas kecil dan dua buah pena. 

"Kamu tulis kemana tempat yang belum pernah kamu kunjungi dan kamu ingin kesana!" Kata Adam. Evelin mengangguk paham.

Mereka mulai menulis di secarik kertas itu. 

"Tunjukkan pada hitungan ketiga!" Kata Adam
"satu"
"dua"
"tiga" mereka mengucapkannya bersamaan dan membalik kertas mereka bersama-sama.


SENTANI BARAT, PAPUA.


Tulisan itu yang ada di kertas mereka masing-masing. Mereka memandang satu sama lain dengan tatapan tidak percaya. 


"Evelin, aku juga tidak percaya dengan kebetulan!" Ucap Adam setelah menenggak Kopi Hitam yang dipesannya sambil sedikit tertawa.

"Panggil aku, 'Eve'" 

---

Bagaimana bisa manusia menyebut suatu hal yang terjadi dalam dirinya adalah sebuah kebetulan sedangkan tuhan telah merencanakan sesuatu untuknya. 

I'm Cupid, this is Cupidity.